Pada Workshop online lanjutan ini materinya lebih banyak lagi dari saat ssebelumnya di Sagusablog dasar. Materinya adalah sebagai berikut :
Guru Penggerak, Guru Mana Yang Akan Digerakkan?
Pada 3 Juli 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program guru penggerak, saya pun sebagai ketua umum IGI diminta membuat video testimoni terkait guru penggerak.
Survei: Lebih dari 50% Guru Memberikan Nilai C untuk Semester Pertama Mendikbud Ditangan Nadiem Makarim
Survey Kinerja Kemdikbud dalam Persepsi Guru oleh IGI diikuti oleh 336 Responden tuntas, meskipun hanya dilaksanakan dalam dua hari, 18-19 Mei 2020.
Seru Belajar Kebiasaan Baru
Seru Belajar Kebiasaan Baru adalah kampanye publik Kemendikbud dalam menginformasikan dan mengedukasi masyarakat tentang penyelenggaraan pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Senin, 06 Juli 2020
Workshop Online Sagusablog Lanjutan Gelombang 43
Pada Workshop online lanjutan ini materinya lebih banyak lagi dari saat ssebelumnya di Sagusablog dasar. Materinya adalah sebagai berikut :
Minggu, 05 Juli 2020
Produk Siswa Double Track
Rencana penilaian Geografi kelas XII Tahun Ajaran 2019/2020
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas XII Wilayah dan Perwilayahan dalam pembangunan Nasional
Jumat, 03 Juli 2020
Guru Penggerak, Guru Mana Yang Akan Digerakkan?
Pada 3 Juli 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program guru penggerak, saya pun sebagai ketua umum IGI diminta membuat video testimoni terkait guru penggerak.
Program guru penggerak adalah cara baru Kemdikbud yang selama ini sudah menggunakan segala macam cara namun selalu saja gagal meningkatkan kompetensi guru Indonesia. Melihat perencanaannya program guru penggerak ini akan berjalan beriringan dengan organisasi penggerak yang saat ini dalam proses visitasi untuk pembuktian terhadap seluruh berkas yang telah disetorkan.
Ada harapan dibalik program guru penggerak ini karena menurut kami di Ikatan Guru Indonesia, cara ini adalah cara yang ditempuh oleh ikatan guru Indonesia 4 tahun yang lalu ketika mencoba menggerakkan guru-guru Indonesia meningkatkan kompetensi guru Indonesia dalam program pelatihan literasi produktif yang tidak lagi bergantung kepada dosen atau perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan kompetensi guru Indonesia tapi berusaha semaksimal mungkin memaksimalkan guru-guru terbaik Indonesia untuk berbagi dan saling menumbuhkan terhadap guru-guru lainnya di seluruh Indonesia.
Gerakan Ikatan Guru Indonesia ternyata sangat efektif, dalam 3 tahun pertama, Ikatan Guru Indonesia sukses melatih lebih dari 1,5 juta guru di Indonesia dan berhasil melahirkan lebih dari 1000 guru pelatih yang ternyata dalam kondisi wabah pandemi Covid-19 paling siap dalam menjalankan program pembelajaran yang efektif dan menyenangkan meskipun dalam sistem jarak jauh. Bahkan guru-guru pelatih ini bergerak cepat melatih guru-guru lainnya tanpa membutuhkan anggaran negara dan tanpa perlu instruksi dari pemerintah. Dalam kondisi Pandemi Covid-19, hanya dalam 3 bulan Ikatan Guru Indonesia sukses menyelenggarakan 1.458 pelatihan guru di hampir seluruh kabupaten kota di seluruh Indonesia secara online dan melibatkan hampir 300.000 guru di seluruh Indonesia.
Pertanyaannya kini adalah mampukah Kemdikbud dengan dana yang begitu besar melampaui capaian ikatan guru Indonesia yang tidak bergantung pada anggaran negara?
Lalu pertanyaan lain yang muncul di benak kami adalah “sebenarnya yang akan digerakkan oleh Kemendikbud ini guru yang mana” mengingat guru Indonesia akan mengalami kepunahan. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri menyebutkan bahwa jumlah guru Di tahun 2019-2020 untuk jenjang SD hanya 744,763, jenjang SMP hanya 32,530, jenjang SMA hanya 13,755 dan jenjang SMK hanya 7,277. Selebihnya diisi oleh guru-guru dengan status yang tidak jelas dengan pendapatan yang juga tak jelas yang biasa diberi status honorer. Belum lagi ada 72.976 yang akan pensiun 2020 ini, tahun depan ada 69.757 guru pensiun, tahun 2022 ada 86.650 guru pensiun, lalu 2023 ada 83.841 pensiun dan ditahun 2024 78.420 yang pensiun, artinya guru-guru PNS yang dimiliki Indonesia saat ini adalah guru-guru super senior yang sebentar lagi pensiun.
Data ini sangat mengerikan dan faktanya di lapangan sangat banyak sekolah yang jumlah guru PNS hanya satu orang itupun menjabat sebagai kepala sekolah, kejadian itu bukan hanya terjadi di pelosok tetapi juga di perkotaan. Semoga Mas Menteri tak heran dengan kenyataan ini.
Lalu guru mana yang akan digerakkan Kemdikbud untuk program Guru Penggerak ini?
Apakah guru honorer yang status dan pendapatannya tak jelas atau guru-guru yang sudah berada di ambang akhir masa kerja dan segera pensiun?
Disini posisi tak jelasnya guru penggerak, termasuk tak jelasnya peta jalan pendidikan Indonesia yang sama sekali tak membahas rencana detail rekruitmen guru.
Jakarta, 3 Juli 2020
Muhammad Ramli Rahim Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia
Source: www.igi.or.id
Seru Belajar Kebiasaan Baru
Saat ini, lebih dari 90% siswa di Indonesia masih belajar dari rumah secara penuh, karena masih berada di zona kuning, oranye, dan merah. Sedangkan, bagi yang berada di zona hijau dapat melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah hanya jika sekolah sudah memenuhi syarat berlapis.
Seru Belajar Kebiasaan Baru adalah kampanye publik Kemendikbud dalam menginformasikan dan mengedukasi masyarakat tentang penyelenggaraan pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Ada syarat berlapis yang perlu kita ketahui bersama agar anak-anak kita dan seluruh warga sekolah tetap sehat dan selamat. Selain itu, tentu ada cara-cara seru belajar kebiasaan baru. Seperti apa, ya? Yuk, simak video berikut!
SURVEI: LEBIH DARI 50% GURU MEMBERIKAN NILAI C UNTUK SEMESTER PERTAMA MENDIKBUD DITANGAN NADIEM MAKARIM
Alhamdulillah, Survey Kinerja Kemdikbud dalam Persepsi Guru oleh IGI diikuti oleh 336 Responden tuntas, meskipun hanya dilaksanakan dalam dua hari, 18-19 Mei 2020.
Survey ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Harkitnas 20 Mei 2020 dengan berharap pada bangkitnya dunia pendidikan kita di masa Pandemi Covid-19.
Metodenya, IGI memilih 380 guru pada usia 25 -60 tahun yang tersebar pada 34 Provinsi di Indonesia. Dan hingga pukul 19.00 WIB kemarin yang kami patok sebagai penutupan survey, ada 336 yang memberikan respon dan hanya 44 yang tidak memberikan responnya. IGI menggunakan google formulir dan konfirmasi bisa melalui WA.
Ikatan Guru Indonesia mengajukan 6 pertanyaan seputar 4C yang harus dijawab responden terkait satu semester kemdikbud ditangan Nadiem Makarim.
Pertama pada sisi komunikasi kemendikbud ditangan Nadiem Makarim dengan para guru dan masyarakat. Hasilnya 54,2% responden menganggap kemampuan komunikasi Kemdikbud dalam satu semester dipimpin Nadiem Makarim bersama jajarannya hanya mendapat nilai C atau biasa saja, tak ada yang luar biasa, bahkan 10, 7% memberikan nilai D atau menganggap komunikasi belum baik dan ada 5,4% yang memberikan nilai E atau menganggap komunikasi Kemdikbud masih buruk terutama diera pandemi Covid-19. Meskipun demikian sudah ada 23,2 % yang memberikan nilai B atau menganggap komunikasi Kemdikbud sudah baik dan hanya 6,5% yang memberikan nilai A atau Sangat baik.
Kemungkinan besar buruknya komunikasi Kemdikbud ini terjadi karena di semester pertama kemdikbud, hampir semua jajaran eselon 1 berstatus Plt dan irit bicara, sementara Nadiem berbeda dengan menteri sebelumnya, Nadiem termasuk yang sulit dikontak langsung termasuk oleh organisasi-organisasi guru, ini berbeda dengan menteri-menteri sebelumnya.
Kedua terkait Collaboration, sebanyak 58% responden memberikan nilai C atau menganggap kemampuan kemdikbud membangun kolaborasi di semester pertama biasa-biasa saja, sementara 13,7% memberikan nilai D atau kemampuan Kemdikbud membangun kolaborasi masih belum baik dan parahnya ada 4,8% memberikan nilai E dan yang menyatakan bahwa kemampuan kemdikbud membangun kolaborasi masih buruk.
Meskipun demikian berita baiknya bahwa sudah ada 18,2% Responden memberikan nilai B atau menyatakan sudah baik tapi hanya 5,4% memberikan nilai A atau menyatakan Sangat baik.
Minimnya kolaborasi kemdikbud dengan berbagai institusi dalam mengatasi problem pembelajaran ditengah Covid 19 ini mungkin menjadi penyebab responden menganggap kemdikbud biasa-biasa saja. Bahkan kemdikbud dianggap berlepas tangan dengan menyerahkan proses belajar kepada layanan pendidikan berbayar diawal-awal pandemi.
Ketiga, terkait Critical Thinking dan Problem Solving yang kami pisahkan antara kemampuan berpikir kritisnya dan kemampuannya menyelesaikan masalah.
Berdasarkan survey kinerja kemdikbud pada persoalan Critical Thinking dan Problem solving semester pertama ini, mayoritas responden masih memberikan nilai C.
Sebanyak 53,3 persen responden dari kalangan guru ini menganggap kemampuan kemdikbud berpikir kritis atas segala masalah masih biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa, Merdeka Belajar belum tampak akan seperti apa wujudnya. Bahkan dimasa pandemi justru seperti hilang tertelan wabah. Sedihnya karena masih ada 19,9% yang menganggap Kemdikbud belum mampu berpikir kritis. Bahkan 3,9% responden menganggap critical thinking kemdikbud buruk. Dari sisi baiknya, ada 16,7% responden yang menganggap kemdikbud telah memiliki kemampuan berpikir kritis sudah baik dan hanya 6,3% menganggap sangat baik
Selanjutnya pada kemampuan kemdokbud menyelesaikan masalah atau problem solving, 50,9% responden menganggap kemampuan kemdikbud biasa-biasa saja dalam memberikan solusi atas masalah pendidikan dan masalah Covid-19 dalam dunia pendidikan dan cenderung lebih banyak berlepas tangan. Selanjutnya ada 20,2% menganggap kemdikbud belum mampu menemukan problem solving dan memberikan nilai D dan 7,1% menganggap problem solving kemudian masih buruk dan memberikan nilai E.
Selanjutnya ada 17,9% yang menganggap kemampuan problem solving kemdikbud sudah baik dan memberikan nilai B dan hanya 3,9% yang menyebutnya sangat baik dan memberikan nilai A.
Bagian keempat, yang menjadi pertanyaan kelima dan keenam adalah terkait Creativity and Innovation. Sebanyak 18,8% menganggap Kemdikbud belum kreatif dengan memberikan nilai D sementara 3,3% bahkan menganggapnya buruk dengan memberikan nilai E. Responden mayoritas memberikan nilai C yaitu sebesar 52,4% dan menganggap kreativitas kemdikbud di semester pertama biasa-biasa saja. Berita baiknya karena masih ada 19% yang memberikan nilai B atau kreativitas baik lalu ada 6,5% yang menyatakan kreativitas kemdikbud sangat baik dengan memberikan Nilai A.
Pada pertanyaan terakhir terkait Inovasi yang dilakukan Kemdikbud tampak jelas bahwa kemdikbud dengan rentetan episode merdeka-merdekanya masih dinilai “biasa saja” oleh responden dengan memberikan nilai C, terlihat ada 47,9% yang memberikan nilai C. Lalu 18,2% menganggapnya belum inovatif dan 5,1% menganggap inovasi Kemdikbud buruk. Meski demikian masih ada 22% responden yang menganggap kemdikbud sudah Inovatif dengan memberikan nilai B dan ada 6,8% memberikan nilai A atau menganggap kemdikbud sudah sangat inovatif.
Karena itu secara keseluruhan tampak bahwa guru-guru Indonesia yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia masih memberikan nilai C buat semester pertama kemdikbud dipimpin oleh Nadiem Makarim dan menganggapnya biasa-biasa saja padahal harapan publik ke Nadiem Makarim atas menularnya sukses beliau di Gojek ke Kemdikbud sangat tinggi.
Biarlah itu menjadi penilaian awal semoga semester selanjutnya kemdikbud bisa lebih baik lagi terutama dirasakan oleh para guru yang menjadi tulang punggung pendidikan.
Jakarta, 20 Mei 2020
Muhammad Ramli Rahim
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia
Source: www.igi.or.id


























